Hai, pada post kali ini saya akan sedikit menyampaikan mengenai ruang lingkup dan objek dari studi kriminologi. Sumber tulisan ini berasal dari modul belajar Teori Kriminologi Universitas Terbuka karya Drs. M Kemal Dermawan, M.Si.
Pada abad ke-19, para ilmuwan mulai menjadikan kejahatan sebagai objek penelitian, sehingga akhirnya muncul teori-teori mengenai kriminologi. Kriminologi sendiri tidak hanya mempelajari masalah-masalah kejahatan, namun juga mempelajari tentang objek dan ruang lingkup dari suatu kejahatan sampai ke norma tingkah laku (conduct norms) yang ada di masyarakat.
Istilah "kriminologi" sebenarnya diambil dari Bahasa Inggris yaitu Criminology. Sedangkan Criminology sendiri berasal dari Bahasa Latin yang terdiri atas dua kata yaitu Crimen dan logos. Crimen berarti penjahat sementara Logos berarti pengetahuan. Dengan begitu, kurang lebih Kriminologi diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang penjahat/kejahatan.
Kriminologi sendiri dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu yang relatif muda, karena baru muncul pada permulaan abad ke-19. Saat itu seorang antropolog Perancis bernama Topinard mempelajari mengenai sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan, pelaku kejahatan, serta upaya penanggulangannya sebagai wujud reaksi sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
Dalam mepelajari mengenai sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan, maka kita harus mengetahui apa saja yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak kejahatan. Untuk mengetahui alasan mengapa seseorang melakukan tindak kejahatan, maka kita sebelumnya perlu mendefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kejahatan dan apa saja tindakan-tindakan yang termasuk kejahatan. ~nge-php termasuk kejahatan nggak yha??~
Menurut Sutherland (1960), yang termasuk dalam bidang kriminologi adalah proses-proses dari pembuatan Undang-undang, pelanggaran Undang-undang tersebut, dan reaksi terhadap pelanggaran Undang-undang tersebut. Jadi, pertama proses yang dilakukan adalah mendefinisikan kegiatan yang disebut kejahatan, misalnya membunuh, merampok, dan mencuri. Lalu atas tindakan tersebut, masyarakat akan bereaksi dengan misalnya memberikan hukuman dan atau pembinaan.
Sutherland membagi kriminologi menjadi 3 bagian yang terkonsentrasi pada 3 bidang ilmu, yaitu:
Sutherland mengidentifikasikan kejahatan hanya sebatas pada kegiatan yang melanggar hukum pidana. Hal ini tentu saja mendapat kritik dari pakar hukum lain. Mannheim misalnya, yang sependapat dengan Thorsten Sellin, yang menyatakan bahwa kriminologi harus diperluas dengan mempelajari "conduct norm" (norma-norma tingkah laku) yaitu norma-norma tingkah laku yang telah digariskan/ditentukan oleh kelompok masyarakat di mana si individu merupakan anggota daripadanya. Intinya, menurut Mannheim dan Thorsten Sellin, yang dimaksud penjahat bukan hanya yang melanggar hukum pidana, namun juga orang yang melanggar hukum atau norma yang telah berlaku di masyarakat. ~kalo kita lihat dari pengertian ini, tukang php ga termasuk penjahat yha~
Sementara itu, menurut Bemmelen (1985), kriminologi adalah setiap kelakuan yang menimbulkan kegoncangan sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan) terhadap pelaku perbuatan itu (sebagai pembalasan). Dari pengertian tersebut, Bemmelen juga membahas mengenai pemberian hukuman dan penjatuhan hukuman bagi penjahat, yang kemudian dipelajari dan dicermati melalui bidang ilmu penologi.
Melalui penologi, dipelajari alasan-alasan pembenaran pemberian hukuman yang terdiri dari 5 (lima) teori besar, yaitu:
Pada abad ke-19, para ilmuwan mulai menjadikan kejahatan sebagai objek penelitian, sehingga akhirnya muncul teori-teori mengenai kriminologi. Kriminologi sendiri tidak hanya mempelajari masalah-masalah kejahatan, namun juga mempelajari tentang objek dan ruang lingkup dari suatu kejahatan sampai ke norma tingkah laku (conduct norms) yang ada di masyarakat.
Istilah "kriminologi" sebenarnya diambil dari Bahasa Inggris yaitu Criminology. Sedangkan Criminology sendiri berasal dari Bahasa Latin yang terdiri atas dua kata yaitu Crimen dan logos. Crimen berarti penjahat sementara Logos berarti pengetahuan. Dengan begitu, kurang lebih Kriminologi diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang penjahat/kejahatan.
Kriminologi sendiri dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu yang relatif muda, karena baru muncul pada permulaan abad ke-19. Saat itu seorang antropolog Perancis bernama Topinard mempelajari mengenai sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan, pelaku kejahatan, serta upaya penanggulangannya sebagai wujud reaksi sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
Dalam mepelajari mengenai sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan, maka kita harus mengetahui apa saja yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak kejahatan. Untuk mengetahui alasan mengapa seseorang melakukan tindak kejahatan, maka kita sebelumnya perlu mendefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kejahatan dan apa saja tindakan-tindakan yang termasuk kejahatan. ~nge-php termasuk kejahatan nggak yha??~
Menurut Sutherland (1960), yang termasuk dalam bidang kriminologi adalah proses-proses dari pembuatan Undang-undang, pelanggaran Undang-undang tersebut, dan reaksi terhadap pelanggaran Undang-undang tersebut. Jadi, pertama proses yang dilakukan adalah mendefinisikan kegiatan yang disebut kejahatan, misalnya membunuh, merampok, dan mencuri. Lalu atas tindakan tersebut, masyarakat akan bereaksi dengan misalnya memberikan hukuman dan atau pembinaan.
Sutherland membagi kriminologi menjadi 3 bagian yang terkonsentrasi pada 3 bidang ilmu, yaitu:
- Sosiologi Hukum yaitu bidang ilmu yang merumuskan penjelasan mengenai kondisi-kondisi terbentuknya suatu hukum pidana melalui analisis sosiologis terhadap hukum. Pokok-pokok bahasan dalam bidang ini antara lain mengenai peranan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai sosial, kondisi empiris perkembangan hukum, dan peranan hukum sebagai bentuk perbaikan nasib atas kelompok-kelompok masyarakat yang lemah dan rentan baik secara sosial, budaya, politik, dan ekonomi.
- Etiologi Hukum yaitu bidang ilmu yang mempelajari mengenai sebab-sebab terjadinya kejahatan. Bidang ilmu ini timbul karena berbagai dorongan ketidakpuasan para ahli hukum pidana atas kenyataan bahwa pelanggaran hukum/kejahatan masih saja terjadi walaupun hukum (pidana) telah sedemikian rupa berkembang untuk menangkal/mengurangi segala tindak kejahatan. Melalui analisis ilmiah ini, akhirnya para peneliti memahami bahwa terdapaty banyak faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kejahatan. Bukan berarti dengan adanya hukuman yang berat maka orang-orang tidak akan melakukan tindak kejahatan, namun terdapat aspek lain yang menyebabkan seseorang tetap melakukan kejahatan meski mengetahui bahwa ia akan diberi ganjaran hukuman yang berat.
- Penologi yaitu adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perkembangan suatu hukuman, analisis bidang ini berfokus pada upaya control of crime yang meliputi upaya-upaya preventif maupun represif. Penologi juga menjelaskan sejarah perkembangan penghukuman, teori-teori dan masalah korelatif penghukuman, konteks perkembangan penghukuman, dan pelaksanaan penghukuman.
Pada perkembangannya, kriminologi juga mempelajari aspek kedudukan korban dalam suatu tindak kriminal. Mempelajari mengenai korban, dapat membantu kita untuk mengetahui tentang modus operandi dan motif penjahat, interaksi antara korban dan penjahat, kedudukan korban dalam kejahatan, serta upaya-upaya pencegahan kejahatan yang dapat dilakukan. Bidang ilmu yang mempelajari mengenai korban ini disebut Victimologi.
Sementara itu, menurut Bemmelen (1985), kriminologi adalah setiap kelakuan yang menimbulkan kegoncangan sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan) terhadap pelaku perbuatan itu (sebagai pembalasan). Dari pengertian tersebut, Bemmelen juga membahas mengenai pemberian hukuman dan penjatuhan hukuman bagi penjahat, yang kemudian dipelajari dan dicermati melalui bidang ilmu penologi.
Melalui penologi, dipelajari alasan-alasan pembenaran pemberian hukuman yang terdiri dari 5 (lima) teori besar, yaitu:
- Retribution : Retribution merupakan teori paling tua dan paling banyak dianut, tetapi juga paling banyak disanggah oleh teori-teori penghukuman setelahnya. Banyak orang yang menyalah artikan Retribution adalah sebagai tindak pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Padahal, Retributioni juga menjelaskan dan memberikan alasan mengenai pembenaran pemberian sanksi hukum bagi orang yang telah melakukan pelanggaran hukum, yaitu bahwa pelaku harus membayar kerugian yang timbul dari perbuatannya.
- Utilitarian Prevention: Deterrence : Merupakan pencegahan pelanggaran hukum dengan manfaat melalui penolakan. diharapkan dengan adanya pemberian hukuman yang berat atau setimpal, seseorang yang berpotensi melakukan kejahatan akan mengurungkan niatnya. Oleh karena itu, hukuman diharapkan dapat menceghah suatu potensi kejahatan. Pada teori ini menyatakan bahwa hukuman (dengan memberikan penderitaan kepada pelaku kejahatan) tidak dapat dibenarkan kecuali jika lebih banyak manfaatnya. Dengan adanya hukuman, diharapkan agar orang yang belum pernah melakukan pelanggaran, akan merasa takut untuk melakukan kejahatan (General deterrence). Sementara itu, bagi pelaku, dengan adanya hukuman, diharapkan akan jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya (Special deterrence - intimidation). sebagaimana teori lain, teori Utilitarian Prevention: Deterrence pun mendapat kritikan, salah satunya adalah mengenai pembuktian bahwa hukuman akan memberikan manfaat preventif. Pada kenyataannya, meskipun terdapat ancaman hukuman yang berat, masih ada saja orang yang melakukan kejahatan.
- Special Deterrence: Intimidation : Mengartikan bahwa hukuman harus dapat mengintimidasi pelaku kejahatan agar tidak mengulangi kejahatannya. Dengan pemberian hukuman, pelaku kejahatan akan mengalami penderitaan yang besar sehingga yang bersangkutan akan merasa "kapok" untuk mengulangi perbuatan tersebut. Teori ini pun banyak dipertanyakan, karena pada kenyataannya masih banyak residivis kejahatan yang mengulangi perbuatannya. Namun kritik tersebut dapat dibantah dengan pertanyaan, "Apakah dengan tidak ada hukuman terhadap penjahat, maka situasinya akan lebih baik daripada memberikan hukuman?"
- Behavioral Prevention: Incapacitation : berpandangan bahwa hukuman yang diberikan kepada pelanggar hukum seharusnya memiliki manfaat untuk mencegah kejahatan dmelalui perubahan perilaku pelanggar hukum. Konsep berfikir dari teori ini adalah bahwa terhadap pelanggar hukum yang dinilai memiliki kemungkinan besar mengulangi perbuatannya akan dibuat tidak berdaya untuk mengulangi perbuatannya. Contoh hukuman yang dapat diberikan antara lain dengan pemberian hukuman kurungan yang cukup lama sehingga saat keluar penjara, penjahat sudah cukup tua dan tidak dapat melakukan kejahatan serupa, ada juga hukuman dikebiri kepada pelaku pemerkosa sehingga dia tidak dapat mengulangi perbuatannya lagi.
- Behavioral Prevention: Rehabilitation : teori ini menekankan pada cara atau upaya mengamankan masyarakat melalui perubahan kepribadian pelaku. Pada teori ini diharapkan penjahat setelah dihukum akan berubah kepribadiannya menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, hakim harus dapat memutuskan berapa lama seseorang dapt dihukum sampai dengan kepribadiannya dapat berubah menjadi lebih baik. tentu saja teori ini juga banyak menimbulkan sanggahan dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan hakim memberikan hukuman yang terlalu lama atau terlalu singkat karena hakim bukan merupakan ahli psikologi yang dapat melakukan penilaian individual terhadap penjahat.
Yups, cukup sekian dulu rangkuman materi pertama ini, selanjutnya mengenai hubungan antara kriminologi dengan disiplin ilmu lainnya, akan saya bahas dalam posting selanjutnya ya.
Comments
Post a Comment